HUKUM-HUKUM
TERMODINAMIKA DAN METABOLISME
Termodinamika berasal dari dua kata yaitu
thermal (yang berkenaan dengan panas) dan dinamika (yang berkenaan dengan
pergerakan). Jadi termodinamika adalah ilmu mengenai fenomena-fenomena
tentang energi yang berubah-ubah karena pengaliran panas dan usaha yang
dilakukan.
Misalnya suatu benda dinaikan suhunya maka timbul
pemuaian atau penyusutan; pada termo elemen akan membangitkan gaya gerak
listrik. Pada proses ini terdapat suatu pemindahan panas dan juga
bekerja sesuatu gaya yang mengalami perpindahan yang mengakibatkan
terlaksananya suatu usaha.
Dengan demikian thermodinamika merupakan
akar dari beberapa cabang ilmu fisika. Dalam mempelajari thermodinamika
bukan hanya fenomena suhu tetapi juga tuntunan logika, sifat-sifat gas, larutan
zat padat dan reaksi kimia.
1.1. THERMOMETRIK
Mengetahui panas dinginnya suatu zat dengan
menggunakan indra peraba merupakan penilaian yang subyektif serta tidak
alamiah. Pengamatan secara itu disebut pengamatan yang kwalitatif
yang justru dapat menyesatkan. Misalnya seseorang mencelupkan
tangannya ke dalam air suam akan menilai air itu hangat, apabila orang tersebut
sebelumnya telah mencelupkan tangannya ke dalam air
dingin. Sebaliknya akan terasa dingin apabila sebelumnya tangannya
telah dicelupkan dalam air yang lebih hangat. Untuk menghindari
penilaian yang subyektif perlu adanya penilaian yang
kwantitatif. Justru ini perlu adanya alat ukur dan satuan standar. Alat
yang dipakai untuk pengukuran suhu tersebut disebut Termometer, prinsip dasar
dari alat ukur ini ialah fenomena pemuaian yang merupakan indeks
temperatur. Contoh : termometer air raksa dan thermometer alkohol.
Air raksa mempunyai batas muai dan titik
uap tertentu yait pada -40˚C air raksa akan membeku dan titik uap akan berkisar
diatas 360˚C sehingga perlu ada metoda lain/ alat lain untk mengkur suhu suatu
benda.
a. Termometer
air raksa/alkohol
b. Termometer
tahanan (termistor termometer)
c. Termometer
elemen (termocouple)
d. Termometer
optik
e. Termometer
gas yang bervolume tetap
Dalam
bidang kedokteran penggunaan termometer air raksa/alkohol sangat populer
a. Termometer air raksa
Alat ini terkulis pada (Gb.
97). Termometer ini terdiri dari bola gelas A berdinding
tipis. Bagian atas bola dihubungkan dengan pipa kapiler
B. Air raksa mengisi bola A dan sedikit pada pipa kapiler
B. Antara pipa kapiler dan bola A terdapat suatu penyempitan. Tujuannya
agar supaya air raksa setelah memuai, tidak mudah kembali ke keadaan
semula. Untuk mengukur tinggi permukaan air raksa dibuat skala yang
digoreskan pada dinding pipa tersebut. Pada dinding belakang yang
berlawanan dengan skala, di sebelah luarnya ruangan terdapat/diberikan lapisan
perak agar dapat memberikan gambaran skala lebih tajam. Untuk lebih
jelasnya dibuat potongan penampang lintang pipa kapiler dari sebuah termometer.
b. Termometer Tahanan (Resistance Termometer)
Termometer ini merupakan salah satu dari
termometer elektronik yang menggunakan termistor. Termistor
merupakan elemen semi konduktor yang mempunyai berbagai variasi tahanan
terhadap temperatur. Termistor ini terdiri dari kawat halus platina
yang dililitkan pada kerangka mika kemudian dimasukkan ke dalam tabung gelas
yang berdinding tipis sebagai pelindung.
Rangkaian termometer ini merupakan
rangkaian Jembatan Wheaston. Termometer tahanan ini
sangat peka mengukur suhu sampai ketelitian 0,001˚C. Daerah kur
-250˚C sampai 1.760˚C (lihat gambar)
Rx . R3 = R1 .
R2
R1 .
R2

R3
Rx di sini adalah
termistor. Pada rangkaian Jembatan Wheaston ini diusahakan agar
tidak ada arus yang melewati galvanometer. Dengan adanya perubahan
tegangan pada galvanometer dapat diketahui berapa besarnya temperatur.
Ketelitian termistor ini dapat mengukur
0,001˚C. Di klinik banyak digunakan termistor in i, apabila
diletakkan di dalam hidung untuk memonitor suhu pernafasan makaalai ini disebut
Pneumograf.
c. Termokoupel
Dasar termokoupel dalam pengukuran suhu
(Thermoelectric thermometry) dikemukakan oleh Seebeck (1821), beliau mengamati
suatu gaya gerak listrik (electro motive force) yang timbul pada hubungan dua
logam yang berbeda (Gb. 101). Fenomena ini terjadi oleh karena ada
dua efek yang timbul secara independen.
Efek primer :
Dijumpai oleh Peltier yaitu adanya gaya gerak listrik
oleh karena hubungan dua buah logam yang berbeda dan perbedaan temperatur
antara dua buah sambungan (lihat gambar)
Gaya gerak listrik Peltier berbanding lurus dengan
perbedaan temperatur antara dua buah sambungan.
Efek sekunder :
Dicetuskan oleh Thomson (Lord Kelvin) yaitu gaya gerak
listrik timbul oleh karena adanya gradient temperatur sepanjang setiap konduktor. Gaya
gerak listrik Thomson berbanding lurus dengan perbedaan antara kwadrat
temperatur absolut (T1 dan T2). Pengertian dua
efek ini tidak lazim berguna dalam penggunaan praktek. Namun dalam
data kalibrasi empiris biasanya menggunakan kurva dalam kaitan dengan voltase
Seebeck yaitu :
E = aT
- ½ aT
T = dalam
derajat Celcius
Temperatur
reference adalah 0˚
Dari uraian diatas diperoleh kesimpulan bahwa rangkaian
antara dua buah logam yang berbeda akan timbul gaya gerak listrik
(GGL). Dengan mengukur GGL ini dapat dikonversikan dalam skala suhu.
Termometer elemen ini dapat mengukur suhu -190˚C sampai
300˚C
Untuk 100˚C GGL yang dihasilkan 4
mV. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dibuat rangkaian
termoelemen (lihat gambar)
d. Pyrometer optik
Pyrometer optik diarahkan ke tungku pembakaran yang
sedang nyala, kemudian lampu dinyalakan. Nyala lampu diatur
sedemekian rupa sehingga sesuai dengan nyala tungku. Berdasarkan
skala suhu yang diketahui, kemudian skala pada amperemeter disesuaikan dengan
skala suhu.
e. Termometer gas bervolume konstan
Pada gambar tampak ruangan C berisikan gas hidrogen atau
helium. Tekanan gas itu dapat diukur dengan manometer air raksa
AB. Jika suhu di ruangan C naik maka volume gas mendesak air raksa
pada pipa B dan di pipa A tampak air raksa ke atas.
Dengan mengatur pipa karet D diusahakan agar kedudukan
air raksa di kolam B pada kedudukan semula. Jadi volume
gas tetap konstan. Dengan demikian diperoleh :
P2

P 0 P1
1.2. SKALA TEMPERATUR
Di Amerika banyak menggunakan skala
Fahrenheit (0˚C). Dalam pembuatan skala tersebut dibuatkan titik
referensi, yang disebut titik tetap yang kemudian dibuat skala sekehendak
kita. Sebelum tahun 1954 ditentukan dua titik sebagai titik acuan
baku, yaitu titik es dan titik uap.
Titik es yaitu suatu titik di mana terdapat
campuran air yang jenuh udara dengan es yang bertekanan 1
atmosfir. Titik uap adalah suhu di mana terdapat air mendidih pada
tekanan 1 atmosfir.
Fahrenheit pada tahun 1724 telah menentukan
skala temperatur di mana pada 32˚F adalah titik es, pada 212˚F merupakan
titik uap serta temperatur rectal berkisar 98,6˚F. Dalam bidang
kedokteran banyak menggunakan skala Celcius, titik es diberi harga 0˚C suhu
pada titik uap diberi 100˚C. Untuk keperluan bidang ilmu pengetahuan
diperlukan skala lain yaitu skala Kelvin.
Sekarang ini titik tripel dipakai sebagai titik acuan
baku yaitu 0,01˚C (273,16 K). Untuk mendapatkan gambaran jelas tentang
hubungan ini, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Skala Rankin digunakan di Inggris. Hubungan
skala suhu itu dapat dinyatakan dalam persamaan :
9

5
9

5
TF = TR -
459,67
1.3. HUKUM TERMODINAMIKA
Termodinamika adalah suatu pengetahuan
tentang transformasi energi ke dalam usaha. Walaupun kerja/usaha
dapat ditransformasi secara komplit ke dalam energi dalam, namun energi dalam
tidak dapat ditransformasikan secara komplit ke dalam usaha. Hal ini
disebabkan karena adanya hukum termodinamika kedua yang membatasinya. Dalam
mempelajari termodinamika ini dikenal ada 4 hukum termodinamika yaitu :
a. Hukum
ke nol termodinamika (oleh R.H. Fowler)
b. Hukum
pertama termodinamika
c. Hukum
kedua termodinamika
d. Hukum
ketiga termodinamika
Pada pembahasan ini akan lebih mudah bila menggunakan
matematika tetapi sering terasa sulit untuk dimengerti. Oleh karena
banyak hal diperlukan imaginasi an banyak kaitan dengan
zat-zat. Oleh karena itu dalam pembahasan dipakai gas sebagai
contoh; oleh karena gas mempunyai sifat sederhana.
a. Hukum ke nol termodinamika
Dalam keadaan adiabatik suatu gas ideal
dalam ruangan tertutup pemuaian sangat lambat, tidak ada panas yang dimasukkan
maupun dilepaskan. Dari proses ini maka diperoleh :
dE = -
pdv
Pada uraian hukum I termodinamika :
dE = n Cv
. dT
Apabila menggunakan hukum gas ideal untuk mencari
harga P sebagai fungsi T dan V
(PV = nRT) maka :
dT R dv
___ = _ ____ . _____
T Cv V

dT R dv
___ = _ ____ . _____
T Cv V
T2 R V1
Ln ___ = ____ Ln _____
T1 Cv V2
Dengan mempergunakan hukum gas ideal untuk
mencari formula yang penting pada proses adiabatik gas :
ɤ


___ = ____
V2 P1
R
ɤ = ____ + 1
Cv
Cp
= ____
Cv
5

3
Harga ɤ sangat
berguna pada bab bunyi. Hukum ke nol termodinamika ini dapat
dijelaskan secara singkat yaitu apabila ada dua sistem A dan B dalam keadaan
setimbang termal maka sistem ketiga C juga dalam keadaan setimbang termal (Gb.
108)
b. Hukum Pertama Termodinamika
Misalnya suatu zat dirubah dari keadaan 1
ke keadaan ke 2 menurut lintasan tertentu maka panas Q yang diberikan itu akan
diserap dan menyebabkan usaha sebesar W (yang diukur dalam satuan panas) lihat
gambar 109. Dengan demikian dapat dikatakan energi untuk bekerja
sebesar :
E = Q - W atau,
Q = E - W
Ini disebut hukum termodinamika yang menyatakan suatu
proses penambahan panas dan kerja yang dilakukan sedangkan perubahan energi
suatu zat tak tergantung kepada lintasan. Jjadi hukum pertama
termodinamika membahas berapa besar energi yang diserap atau bebas.
Pada gambar terlihat perbedaan temperatur dimana P = n RT
/ VV pada TA dan TB serta jumlah mol dari
molekul sama. Di sini hanya terdapatperbedaan pertukaran
temperatur. Pada keadaan inisial A kemudian menjadi keadaan B
terdapat ΔE = EB – EA . Usaha
yang dilakukan dari keadaan A ke B pada tekanan tetap :

W(AB) = P . dV
VA
= PA (VB - VA)
Ini suatu usaha isobarik (usaha/proses yang terjadi pada tekanan
konstan). Untuk menghitung pekerjaan yang berlangsung via ACB maka :
a. Usaha sepanjang AC pada temperatur tetap
VB nRTA


VA A
Cp
= nRTA Ln ____ ini
suatu proses isotermal.
Cv
b. Usaha dari C ke B di mana volume tetap maka
:
W(CB) = 0
Apabila poin a dan b
dijumlahkan maka :
W(ACB) = W(AC) - W(CB)
Untuk menghitung panas yang mengalir, pertama-tama harus
mengetahui konsep panas spesifik mola (CV) . Kwantitas
panas spesifik mola tergantung dari pada ekspresimen. Pada keadaan volume
konstan, panas berbanding langsung dengan peningkatan temperatur T dan
tergantung kepada CV sehingga persamaan menjadi :
Q = n
CV Δ T
Pada keadaan tekanan konstan
Q = n
CV Δ T
CV = panas
spesifik mola pada volume tetap
CP = panas
spesifik mola pada tekanan tetap
c. Proses dari keadaan A
menjadi keadaan B adalah isobarik sehingga :
Q(AB) = nCP (TB - TA)
Dengan menggunakan hukum I termodinamika :
E(AB) = nCP (TB - TA) -
PA (VB - VA) proses
isobarik
Dari C ke keadaan B pada volume tetap :
Q(AB) = nCP (TB - TA)
Dengan mernggunakan hukum I termodinamika :
E(AB) = nCP (TB - TA)
Untuk
mengetahui proses berapa besar ΔE(AC) oleh Joule Thompson
pada percobaannya diketahui bahwa E untuk gas ideal tergantung kepada
temperatur. Jika T konstan maka
E = 0
sehingga
E(AC) = 0
E(ACB) = nCP (TB - TA)
Melalui hukum gas ideal dapat ditulis
persamaan :
E(AB) = nCP (TB - TA) -
PA (TA - TB)
Menjadi :
E(AB) = nCP (TB - TA) -
nR (TA - TB)
Oleh karena :
ΔE(AB) = ΔE(ACB)
Sehingga :
CV = CP - R
Dengan demikian hukum I termodinamika dapat ditulis sebagai
dQ = nCV dT + P
dV
c. Hukum Kedua Termodinamika
Sadi Carnot (1796 – 1832) sangat tertarik
akan efisiensi dari mesin uap dan menulis makalah dengan judul “Reflection on
the Motive Power of fire”. Pada tahun 1824 dimana beliau
sangat menaruh perhatian akan mesin :
Diberi
energi berwujud panas pada suhu yang relatif tinggi mesin melakukan usaha
mekanik.
Mesin
menuangkan panas yang lebih rendah suhunya.
Carnot berpendapat bahwa dalam mesin kalor terjadi proses
di mana energi panas diambil oleh sejumlah energi mekanik tetapi selang waktu
tertentu jumlah panas yang masuk mesin sama dengan yang
keluar. Pendapat ini jelas tidak benar, oleh karena kenyataannya
panas yang dikeluarkan mesin kurang dari panas yang diberikan ke
mesin. Jadi konsep Carnot tentang sifat fisik panas tidak
benar. Namun demikian Carnot telah berhasil memperoleh perumusan yang
tepat tentang hukum II termodinamika ini dan tentang daya guna maksimal dari
mesin-mesin kalor, yang bekerja antara dua suhu tertentu.
Misalnya pada proses adiabatik gas itu tidak menerima
ataupun memberi kalor. Jika selama proses isotermal pada T1 gas
itu akan memberikan kalor sebesar Q1 dan selama
proses isotermal T2 gas itu akan menerima kalor sebesar Q2 maka
usaha yang dilakukan gas itu (dari hukum I termodinamika)
W = Q2 - Q1 (c
– 1)
Apabila sebuah mesin menerima kalor sebanyak Q dan
melakukan usaha W maka dikatakan mesin itu mempunyai efisiensi yang besarnya :
W
n = ____ (c
– 2)
Q
Kalau Q dalam persamaan (c – 2) dapat
diartikan sebagai Q2 maka persamaan (c – 1) dan (c – 2) menjadi
:
Q2 - Q1
n = ___________
Q2
Q1
n = __ _______ (c
– 3)
Q2
Q1 = banyaknya
kalor yang diberikan
Q2 = banyaknya
kalor yang diterima
n = efisiensi
Dari uraian di atas ini Carnot membuat perumusan sebagai
berikut :
Mesin yang bekerja diantara reservoir dengan suhu T1 dan
reservoir dengan suhu T2 (T1 > T2 ) efisiensinya
sama bagaimanapun sifat zat kerjanya.
Lord Kelvin (1853) telah pula menyelidiki hukum II
termodinamika dimana dibuat pembatasan-pembatasan :
Suhu-suhu Kelvin dari reservoir dan sumber antara mana
suatu mesin Carnot bekerja didefinisikan dengan hubungan :
Q1 T1
___ = ____ (c
– 4)
Q2 T2
Persamaan (c – 4) dimasukkan ke persamaan (c – 3) menjadi
:
T1
n = 1 __ _____
T2
Dengan demikian Kelvin membuat perumusan :
Tidak mungkin membuat mesin yang bekerja dalam suatu
siklus, menerima kalor dari satu reservoir dan merubah kalor ini seluruhnya
menjadi usaha.
d. Hukum Ketiga Termodinamika
Interprestasi statistik dari entrophy
adalah suatu pengukuran yang menyimpang dari suatu sistem. Jjika
suhu diturunkan lebih lanjut segala sistem masuk ke dalam status orde
besar. Vibrasi suatu kristal secara graduil akan mati (berhenti)
seraya atom-atom berada pada temperatur absolut nol. Demikian pula
kemungkinan vibrasi suatu zat padat akan berhenti.
Nernst (1906) telah melakukan eksperimen pada temperatur
absolut nol, beliau mengambil dua kesimpulan dari percobaan ini yang kemudian
diberi nama hukum termodinamika ketiga atau disebut hukum Nernst.
Kesimpulan yang diambil dari percobaan itu :
s
Lim ( ____ ) T
= 0
p
T = 0
Pada T = 0 K (nol absolut) perubahan entropy
(zat homogen yang isotropic) adalah sama dengan konstan.
V
Lim ( ____ )
T
T = 0
Pada T = 0 mutlak maka koefesien dari seluruh substansi
cenderung pada nol.
Hal ini dapat ditunjukkan melalui grafik.
Koefisien muai dari logam (Gb. 111) dikutip dari R.
Kroning “Texbooks of Physics” London 1959. Penerapan hukum ketiga
termodinamika pada penggunaan suhu rendah pada bidang kedokteran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar